Awal,
kata sederhana yang menyimpan gemuruh dalam dada.
ia tampak ringan diucap, tapi tak semua orang mampu menapakinya.

kadang kita terpaku, terlalu lama menimbang, terlalu banyak bertanya,
hingga waktu berlalu dan kesempatan menghilang tanpa sempat kita genggam.

“kenapa aku tak mulai dari dulu?”
“kenapa aku menunda ketika waktu membuka jalan?”
“kenapa, mengapa, dan seterusnya…”

lalu penyesalan pun menyelinap pelan—
bukan karena kita tak tahu caranya,
tapi karena terlalu takut untuk salah langkah.

di sekeliling kita, awal seolah menjadi takdir yang sakral.
dalam semboyan masyarakat yang diwariskan turun-temurun:
bibit, bebet, bobot.

tiga kata yang menciptakan kasta tak kasat mata,
yang menilai seseorang dari mana ia bermula—
bukan ke mana ia bisa melangkah dan menulis kisah.

sering kali, asal-usul keluarga menjadi segalanya.
latar belakang dijadikan acuan—bukan hanya dalam perjodohan,
tapi juga dalam urusan kerja, pendidikan, bahkan penghormatan.

tak jarang, mereka yang datang dari keluarga sederhana—
dengan nama yang tak dikenal, dengan silsilah yang tak punya gelar—
dipandang sebelah mata.
lebih mirisnya, bahkan tak dipandang sama sekali.
dikecam tak punya potensi untuk berubah,
seolah hidupnya sudah diadili bahkan sebelum diberi kesempatan.

padahal, justru mereka itulah yang punya ruang luas untuk mengawali.
yang benar-benar mulai dari nol,
yang langkah pertamanya bukan di karpet merah,
tapi di tanah keras penuh kerikil dan ketidakyakinan.

namun realita kerap bicara lain—
kesempatan lebih dulu mengetuk pintu mereka yang terlahir dari nasab terhormat.
yang bahkan sebelum mereka belajar melangkah, jalan sudah diratakan.
sementara yang lainnya harus mendaki, jatuh, lalu bangkit berkali-kali,
hanya untuk mendapat pengakuan bahwa mereka pun LAYAK.

padahal...
siapa yang bisa memilih dilahirkan dari rahim yang mana?
padahal semua bayi lahir dalam keadaan fitrah yang sama,
dalam tangis yang serupa, dan harapan yang setara.

tapi sungguh, apakah hidup sesederhana itu?

aku percaya:
awal memang penting, tapi bukan satu-satunya penentu.
karena bukan tentang dari mana kau berasal,
tapi tentang ke mana kau bersedia berjalan.

bukankah kita sering temui mereka yang lahir dari awal yang keras,
namun hatinya tetap lembut dan pikirannya tetap terbuka?
dan juga mereka yang lahir dari awal yang gemilang,
namun langkahnya angkuh dan mulutnya penuh kesombongan?

apa gunanya bibit unggul jika tak dirawat?
apa gunanya asal terhormat jika akhlaknya cacat?
apa gunanya awal yang menjanjikan jika akhirnya mengecewakan?

karena hidup bukan hanya tentang bagaimana engkau dimulai,
tapi tentang bagaimana engkau bertahan, belajar, dan bertumbuh di sepanjang jalan.

dan malam ini...
langit akan menyambut Muharram—awal tahun hijriah.
sebuah fase baru dalam hitungan waktu umat yang berhijrah,
bukan hanya berpindah tempat, tapi berpindah sikap.
berpindah dari keraguan menuju keberanian,
dari kebiasaan menuju kesadaran,
dari sekadar hidup menjadi benar-benar hidup.

tak ada yang salah dengan menatap ke belakang,
selama itu membuatmu lebih bersyukur dan mawas diri.
namun jangan biarkan masa lalu menjadi rantai,
karena malam ini, kita diberi momen suci untuk memulai kembali.
membersihkan niat, menyusun arah, dan melangkah.

seperti hijrahnya Rasul,
yang tak hanya berpindah dari Makkah ke Madinah,
tapi menandai awal dari sebuah peradaban.
sebuah awal yang tak muluk,
tapi ditapaki dengan sabar dan keyakinan penuh.

setiap orang punya awal,
tapi tak semua orang mampu menjaga arah setelahnya.

batu yang dipahat dengan sabar bisa menjadi patung megah.
sedang berlian yang tak dijaga hanya jadi kilau palsu dalam kegelapan.

SEMU

karena itu...
jika saat ini kau sedang memulai,
jangan terlalu risau tentang awalmu yang sederhana.
yang lebih penting adalah bagaimana kau terus melangkah—
meski tertatih, meski lambat, meski diiringi kecaman dari berbagai arah.

dan jika kau sudah berjalan jauh,
jangan biarkan langkah-langkah awal membuatmu sombong,
karena belum tentu garis akhir berpihak pada mereka yang tampak hebat sejak mula.

Awal memang sepenting itu,

tapi konsistensi setelah awal tak kalah pentingnya.

karena banyak orang berani memulai,
tapi hanya sedikit yang setia bertahan.

dan dalam hidup, yang dikenang bukan hanya siapa yang pertama memulai,
tapi siapa yang mampu menyelesaikan dengan utuh dan penuh makna.

salam sehat semuanya….

see you