bismillahirrahmanirrahim...

kita mulai lagi tulisan tanpa tema ini, masih dengan kalam dan penyerahan diri kepadaNya. sebab apapun yang datang, sejatinya memang berasal dariNya. dan lagi-lagi, tinggal kita… akan memaknainya seperti apa.

pekan pertama sebagai SPM — sales promotion motoris. jabatan yang tampak keren di awal, namun siapa sangka ternyata penuh pertempuran, bukan hanya soal target… tapi juga jarak.

aku tak pernah menyangka bahwa tubuh ini, yang biasanya ringkih dan mudah capek setelah perjalanan, sekarang harus ditempa dengan rutinitas tempuh jarak yang luar biasa. dari kos ke kantor: 36 kilo. dari kantor ke area yang jadi tanggung jawabku: 38-40 km. itu belum termasuk keliling area, plus bonus disasarin google map. kalau di total, PP bisa 100 km lebih. dan aku bawa badan ini sendiri, di atas motor, setiap hari.

sembari tangan pegang gas dan mata fokus di jalan sekaligus hp (google map), aku menyadari… ternyata dulu aku terlalu banyak buang-buang waktu. terlalu banyak kegiatan yang tak berfaedah. terlalu banyak alasan untuk diam dan mengeluh.

padahal sekarang, untuk menulis saja—yang dulu bisa kulakukan sambil selonjoran di kos atau rebahan di musholla—waktunya habis di atas motor.

dan ketika penat menyergap dan otot terasa ngilu, fyp sosmed secara acak menyajikan kalimat yang akhirnya jadi tamparan kecil:

“bukan beratnya beban yang menghancurkanmu, tapi caramu membawanya.”

aku terdiam. kalimat itu sederhana, tapi menyentil. rasanya seperti dipanggil untuk berhenti sebentar—merenung—lalu belajar ulang cara memikul semua ini.

aku sadar, Allah sedang membersihkan banyak hal dalam diriku. lewat jarak. lewat tanggung jawab. lewat rutinitas yang menjemukan. lewat rasa capek yang tak kunjung habisnya. dan semua itu ternyata sedang mendidikku—agar aku lebih tahu cara memaknai waktu, tenaga, bahkan rasa sakit.

kalau ini memang didikan, maka aku terima.

kalau ini bentuk ujian kesabaran, maka aku siap belajar.

karena ternyata, dalam banyak hal…
kata-kata bisa melukai,
tapi jarak bisa menempa.

dan mungkin... aku tak perlu banyak bicara.
cukup membuktikan lewat perubahan.
pelan, tapi pasti.

karena sekarang aku tahu... diam pun bisa jadi bentuk terkuat dari tekad.